Sejarah Simamonen chapter VI

Asal usul berdirinya kampung Simamonen berawal dari perjalanan seorang laki-laki bernama Badul Amin, atau yang dekan pula sebagai Pento Marali. Beliau berasal dari Aek Nabara, Mandailing Utara, wilayah bagian selatan Sumatera Utara. Tidak diketahui pasti apa alasan beliau meninggalkan kampung halaman dan merantau ke negeri orang.
Badul Amin merantau ke arah barat, menelusuri daratan yang pada akhirnya sampai di wilayah sumatera barat. Badul Amin sampai di wilayah ranah Koto Rajo, salah satu nagari tua di Rao Utara, Pasaman, yang saat itu berada di bawah system pemerintahan adat dan pengaruh kerajaan lokal. Informasi ini didasarkan pada cerita turun temurun yang masih diingat oleh keturunan beliau hingga saat ini.
Setibanya di koto rajo, Badul Amin menemui Datu, pemimpin adat wilayah yang memegang kekuasaan atas wilayah tersebut. Ia mengajukan permohonan untuk tinggal dan membuka lahan,. Permintaan ini diterima dengan baik. Datuk memberikan izin kepada Badul Amin untuk menetap dan mengelola sebidang tanah yang terletak di bagian timur wilayah Koto Rajo. Wilayah yang kemudian berkembang menjadi Simamonen seperti yang dikenal sekarang.
Pemberian izin semacam ini merupakan bagian dari tata pergaulan masyarakat adat saat itu. Setiap pendatang yang ingin menetap akan terlebih dahulu meminta restu pada pemuka adat atau datuk. Setelah disetujui baru boleh untuk bertempat tinggal dan mengelola tanah di sana.
Permulaan Permukiman
Setelah mendapat izin menetap, Badul Amin berangkat dengan keluarga menuju wilayah yang telah diberikan kepadanya untuk bermukim di sana. Mereka menetap di lahan kosong dan membuka hutan, membangun tempat tinggal, dan memulai pola hidup yang berbasis pertanian dan perladangan. Dalam waktu tidak lama, Badul Amin mengajak kerabat dan keluarga lainnya untuk menatap di wilayah yang telah diberikan Datuk Koto Rajo kepadanya. Jumlah penduduk perlahan bertambah dan wilayah itu mulai membentuk struktur sosial awal kampung.
Menurut informasi yang diperoleh dari Ompung Abu Nawas (cucu dari Badul Amin), salah satu anak Badul Amin bernama Ibrahim, atau Tuok Lopo, lahir pada tahun 1916. Ibrahim adalah anak ketiga dari Badul Amin, lahir dari istri ke dua. Ia wafat pada tahun 2006.
Dengan memperkirakan selisih usia antara ayah dan anak sekitar 36 tahun, maka diperkirakan Badul Amin Lahir Pada tahun 1880 M. artinya, kemungkinan besar kedatangan Badul Amin ke wilayah Koto Rajo dan awal pembukaan lahan Simamonen terjadi antara tahun 1900 hingga 1920-an.
Awal mula permukiman tidak langsung berada di titik lokasi Simamonen saat ini. Informasi dari Ompung Abu Nawas, titik awal perkampungan terletak di daerah Bondar Dalom, tepatnya di wilayah yang kini tanahnya diketahui dimiliki Jamsah untuk saat ini. Namun, seiring berjalannya waktu, kampung berpindah ke lokasi bagian hulu Bondar Dalom. Permukiman berpindah ke bagian selatan sekitar 1 kilometer dari titik awal.
Informasi dari nenek Rohani (salah satu tetua kampung) bahwa awal mula perkampungan berada jauh lebih ke utara dari dari Bondar Dalom itu sendiri. Pertama berada di Sungai Panden, kemudian ke Bondar Dalom, kemudian Ke Ati Aer, Terakhir ke tempat yang saat ini menjadi tempat permukiman permanen hingga saat ini.
Perpindahan ini didorong oleh akan kebutuhan tempat yang lebih mudah dalam mengakses kebutuhan air dan juga tempat yang paling memungkinkan untuk menghindari bahaya banjir. Lokasi inilah yang kemudian menjadi pusat kampung Simamonen yang masih berdiri hingga hari ini.
Pada masa kecil Abu Nawas, jumlah rumah di kampung masih sedikit. Rumah-rumah yang berdiri berjauhan dan terbuat dari kayu, dibangun secar bergotong royong oleh keluarga Simamonen. Pada jejeran bagian bawah perumahan yang berdiri berupa rumah kakek Pak ican, kakek kholid, kakek asmul, kakek maradong. Sedangkan di jejeran bagian atas terdapat rumah kakek Rois, kakek Misbah, Kakek Idris, kakek Ahyar, Kakek Japoso, dan Kakek Jaswir. Dapat dibayangkan bahwa awal mula perumahan di simamonen ini cukup jarang dan berjarak relative jauh antara satu sama lain.
Dikarenakan perumahan belum padat, jarak antara rumah cukup luas. Lahan ini dimanfaatkan oleh mereka untuk menanam pohon kelapa dan juga tumbuhan pangan lainnya. Kehidupan sosial masyarakat pada masa itu berjalan sederhana, namun erat dalamm ikatan kekeluargaan dan tolong menolong.
Sejarah awal Simamonen tidak bisa dilepaskan dari sosok Badul Amin, sebagai tokoh perintis yang membuka wilayah baru dan meletakkan dasar bagi kehidupan generasi-generasi berikutnya. Meski tidak banyak catatan tertulis, ingatan kolektif yang hidup melalui lisan keluarga seperti Abu Nawas menjadi sumber berharga dalam merekonstruksi masa lalu kampung ini.
Dengan berdirinya rumah-rumah pertama, berkembangnya keluarga, dan mulai terbentuknya keluarga, dan mulai terbentuknya struktur sosial sederhana, Simamonen memasuki fase awal sebagai sebuah komunitas. Babak ini menjadi fondasi bagi perkembangan kampung di masa-masa berikutnya.
Komentar
Posting Komentar