Sejarah Simamonen chapter VI

Setelah bertahun-tahun hidup di lokasi yang cukup jauh dari pusat keramaian, muncul kesadaran akan pentingnya kebersamaan. Bukan hanya untuk bertahan hidup, tapi juga untuk membangun suatu ikatan sosial yang kuat. Kesadaran itu lahir dari suatu kebutuhan akan kepentingan yang tidak mungkin akan bisa dicapai sendiri-sendiri, dan kbutuhan itu harus diselesaikan melalui kebersamaan atau gotong royong. Dari titik ini awal kesadaran akan hubungan sosial semakin tumbuh dan berkembang. Yang pada akhirnya kesadararan hubungan sosial dari daerah lain atau pihak luar daerah sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat Simamonen.
Karna pemimpin kampung sudah ada yaitu Badul Amin sebagai datuk Simamonen yang ditunjuk langsung oleh ketua adat Koto Rajo. Maka dari sinilah cikal bakal kampung Simamonen mulai teratur secara sosial, bukan hanya sebagai tempat tinggal, tapi juga sebagai komunitas dengan tatanan nilai dan struktur adat.
Awal Tatanan Adat
Dalam semangat untuk hidup teratur, masyarakat mulai menyusun aturan-aturan lokal yang bersumber dari adat yang dibawa dari Sumatera Uatara atau adat mandailing. Tetapi karena sekarang mereka tinggal di derah minang mereka tentunya juga tidak bisa melupakan begitu saja. Beberapa tatanan adat tetap memakai tatanan adat mandailing dan beberapa mereka memakai tatanan adat minang. Sehingga sampai generasi selanjutnya terjadi pencampuran pemakaian tatan adat yang sedikit bercampur antara minang dan mandailing. Salah satu yang masih dapat dilihat sampai saat ini adalah di bagian Datuk dan Ninik Mamak, ini sebenarnya dalah tatanan adat minang namun tetap dipakai oleh orag simamonen yang notabene orang mandailing. Tetapi tatanan ini tidak menjadi permasalah di kampung simamonen justru tatan ini memperkaya dari keunikan adat istiadat derah yang ada saat ini.
Nilai-nilai norma mulai diterapkan baik dari yang bersumber dari budaya mandailing maupun minang banyak diterapkan di simamonen. Tatanan sosial mulai bekembang sehingga lahan-lahan mulai dibagi secara adat, batas-batas wilayah disepakati bersama. Pada awal pembagian tanah, lahan dibagi secara memanjang. Misalnya untuk keluarga si A mulai dari dasar lembah sampai ke puncak perbukitan secara memanjang. Ini dikarenakan waktu itu jumlah kelauarga di simamonen belum terlalu banyak. Sehingga setiap kepala keluarga akan mendapatkan bagian tanah yang sangat luas, mulai dari pangkal lembah sampai ke titik puncak bukit secara memanjang. System pertanian sawah mulai diatur agar tidak terjadi saling rebut atau tumpang tindih.
Badul Amin yang telah diangkat menjadi datuk mulai menjalankan peran pemimpin adat di tingkat kampung. Ia memerintah dengan gaya musyawarah dan gotong royong bersama. Ia juga telah menetapkan siapa-siapa yang akan menempati peran ninik mamak, sutan mudo, dan perangkat kampung lainnya. Sebuah prinsip demokratis yang tidak lepas dari pengaruh minengkabau dan mandailing.
Sementara itu, anak-anak muda mulai membentuk kelompok kerja bersama untuk membuka jalan kampung, memperluas sawah, dan membuat jalur menuju sungai. Hubungan sosial semakin kokoh, sebab segala aktivitas dilakukan dalam semangat gotong royong.
Dalam proses penataan kampung, masyarakat juga menyadari perlunya ruang untuk pendidikan dan ibadah. Maka para didirikan lah surau di kampung simaonen. Surai ini terbuat dari papan dan masih dalam bentuk rumah panggung. Di awal-awal terbentuknya Simamonen kata pendidikan dan pengajian masih sangat jarang dan sangat sulit untuk didapatkan. Hal ini dilator belakangi oleh: jauhnya akses ke tempat yang ada pendidikan, tidak adanya tenaga guru yang mumpuni untuk membagikan ilmu pendidikan, dan juga dihalangi oleh masa-masa colonial belanda masih berkuasa di Indonesia pada saat itu. Sehingga untuk menyembahyangkan mayit saja sempat dibawa dulu ke koto rajo, karena orang simamonen pada saat itu tidak ada yang bisa menyembahyangkan mayit itu.
Dari awal pertama didirikannya suarau itu memantik kesadaran masyarakat simamonen akan pentingnya pendidikan. Sehingga pada generasi berikutnya banyak orang tua mengirim anak mereka untuk menempuh pendidikan ke berbagai daerah. Semangat ini tentunya sangat luar biasa, sehingga ada anak mereka yang disekolahkan ke malaysa, ada ke Jeddah, dan lain sebagainya. Dari isinilah nilai adat dan agama islam semakin mengakar dan kuat di kampung kecil ini.
Setelah tatana adat, sosial, dan agama semakin menguat di simamonen masyarakat mulai melirik untuk merencanakan masa depan yang lebih baik. Hubungan dengan pihal luar dibuka lebar sehingga semakin banyak orang dari luar yang datang untuk bertempat tinggal di simamonen. Baik yang memiliki ikatan keluarga maupun yang datang karena melihat potensi lahan di sini. Para pendatang ini diterima melalaui proses adat, an harus tunduk pada aturan lokal yang telah dibentuk.
Tanah-tanah adat tetap dijaga agar tidak lepas ke tangan luar, namun semnagat keterbukaan dan toleransi tetap dijaga. Dari sinilah muncuk keberagaman marga dan keturunan di Simamonen, yang kelak memperkaya budaya kampung ini.
Komentar
Posting Komentar