Sejarah Simamonen chapter VI

Simamonen memang tidak menjadi pusat perhatian para penjajah, tapi itu bukan berarti tidak tersentuh sama sekali. Di bagian timur kampung, ada sebuah bukit yang hingga kini menyimpan tanda Tanya besar, yaitu bukit Vilar. Di puncak viral terdapat struktur semen bentuk persegi panjang seperti peti kotak penyimpanan suatu barang. Kira-kira berukuran 1x2 meter. Ada yang tahu pasti apa isi di dalamnya, dikarenakan telah dicoba orang atau pihak belanda itu sendiri melihat isi dalam kotak semen itu. Karena belakangan orang kampung simamonen menemukan kotak itu sudah dalam keadaan rusak, kerusakan itu sperti disengaja atau ulah tangan manusia. Namun, dari cerita turun-temurun, batu itu adalah peninggalan masa penjajahan belanda dan itu dibuat sendiri oleh mereka.
Beberapa kilo meter dari bukit vilar menuju kea rah selatan ada satu daerah yang bernama Kubulando. Kubu lando itu sendiri terdapat makam-makam tua. Konon, orang-orang belanda pernah dimakamkan di situ. Entah itu serdadu, pekerja, atau orang yang ditugaskan mengawasi daerah sekitar. Tidak banyak catatan tertulis, hanya sisa-sisa bisik-bisik masa lalu yang melekat pada tanah dan batu.
Masyarakat Simamonen tidak pernah benar-benar tahu apa maksud kedatangan orang-orang asing itu, tapi jejak mereka tertinggal dalam bentuk yang diam namun nyata di tanah batu dan bukit Simamonen.
Menyambut Senapan dengan Nasi
Salah satu informasi yang diperoleh dari nenek yang bernama (nenek nurdin). Apakah dia memang hidup masa colonial belanda atau perang pemberontakan kemerdekaan sumatera barat. namun ada satu hal sangat unik dan ini menjadi bagian dari sejarah Simamonen. Beliau mengatakan “ketika aku masih kecil, kalau ada orang bersenjata senapan panjang-panjang ke sini. Maka mereka harus dikasih nasi yang dibungkus di daun pisang. Kami membungkus nasi di daun pisang, kemudian dikasih kepada mereka”.
Itulah cara bertahan. Masyarakat tahu bahwa perlawanan fisik mereka akan kalah. Maka yang dipakai adalah akal dan sopan santun, sebuah bentuk perlindungan terhadap diri dan penduduk Simamonen. Suguhan nasi kepada orang bersenjata bukan hanya soal menyerah kepada pihak penjajah, tetapi suatu kebijakan yang dipilih untuk menempuh jalan yang lebih baik. Dalam kelemahan penduduk Simamonen membentengi diri dengan cara sendiri.
Tak ada benteng, taka da pertempuran. Tapi waktu berjalan dan dunia berubah. Anak-anak mulai melirik kampung lain dan melihat peluang dalam berbagai hal. Di ladang, orang-orang sudah mulai menyebut kata “karet”, sebuah tanaman baru yang konon katanya bernilai jual tinggi. Di bagian peternakan juga sudah mulai digagas oleh generasi muda atau dimulai dari lahirnya generasi kedua. Peternakan dan pertanian sudah mulai dikembangkan. Masyarakat sudah mulai menanam karet, dan berternak kerbau. Dari titik lah kekuatan ekonomi kampung Simamonen dimulai.
Komentar
Posting Komentar