Sejarah Simamonen chapter VI

Setelah masa-masa awal kehidupan sederhana dan masa sunyi dalam bayang-bayang pasca kemerdekaan, Simamonen perlahan mulai menata bidang perekonomian mereka dalam berbagai bidang. Warga tak hanya bercocok tanam atau mengambil kekayaan alam dalam hutan rimba. Mereka mulai berpikir jauh tentang kebutuhan, tentang peluang, dan tentang bagaimana menukar hasil kerja keras mereka dengan sesuatu yang lebih.
Tanaman karetSalah satu perubahan besar dalam sejarah ekonomi simamonen dimulai dengan penanaman pohon karet. Tidak langsung dalam sekala besar, melainkan pelan-pelan dimulai dari menanam beberapa pohon karet. Getah karet menjadi benda baru yang bernilai. Disadap dengan pisau, ditampung dalam tempurung, lalu dijual ke pengepul satu kali seminggu. Pohon-pohon karet lambat laun semakin bertambah sehingga menjadi salah satu sumber utama perekonomian masyarakat Simamonen.
Di sisi lain, masyarakat simamonen mulai mengembangkan ternak kerbau ternak kerbau yang menjadi investasi utama. Lebih dari sekedar binatang peliharaan, kerbau adalah symbol kekayaan. Mereka digunakan untuk tabungan jangka panjang. Orang simamonen menjual kerbau dalam momen penting saja. Seperti membangun rumah, biaya sekolah, biaya Haji, dan kadang apabila kondisi ekonomi sulit.
Peternakan di simamonen pernah mengalami puncak yang cukup Berjaya. Diperkirakan kerbau di Simamonen lebih kurang 700 ekor. Untuk jumlah kerbau 700 ekor berbanding dengan jumlah penduduk masih sedikit, dapat diartikan ini merupakan suatu pencapaian pertumbuhan ekonomi yang sangat baik dalam bidang peternakan. [ini dibahas lebih lanjut di chapter VI mengenai awal sampai runtuhnya]
Perekonomian Simamonen tak hanya bergantung pada kebun dan ternak saja. Warga mulai melintasi bukit dan lembah, membawa hasil bumi ke kampung-kampung tetangga seperti Sisoma, Kubu Baru, Sibintayan, dan Muara Tais. Beras, garam, telur, dan kelapa menjadi barang utama yang diperdagangkan. Mereka membeli dari pasar kemudian menjualnya ke kampung tetangga. Dari kampung tetangga mereka membeli hasil alam seperti karet, cabe, dll untuk dijual ke pasar. Mereka menggunakan kuda sebagai alat transportasi mengangkut barang barang dagangan. Pemandangan kuda dengan pelana yang penuh karung berisi hasil bumi, adalah hal yang sangat unik dan ikonik untuk zaman sekarang. Pada zaman itu, pemandangan kuda dengan pelana di punggungnya menandakan perekonomian sedang digerakkan.
Simamonen menjadi titik strategis. Letaknya yang berada di tengah tengah jalur antar kampung menjadikan tempat persinggahan penting bagi warga kampung tetangga apabila ingin pergi ke pasar. [ini dibahas lebih lanjut pada chapter VII mulai terbentuk sampai menghilangnya]
Bukan hanya dari kebun, ternak, sumber ekonomi juga lahir dari hutan. kulit pohon modang, getah pohon kemenyan, dan rotan juga menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat di masa itu. Kulit kayu modang dikeringkan dan dijual perkilo. Untuk rotan dijual permeter, sedangkan getah kemenyan dijual dalam satuan kilo gram. Bagi warga yang tak punya lahan luas atau ternak yang banyak, hutan menjadi penyambung hidup.
Komentar
Posting Komentar